Ada Yang Memperhatikanmu ....

Seluruh penumpang di dalam bus merasa simpati dan trenyuh ketika melihat seorang wanita muda tertatih-tatih menaiki tangga bus. Tangannya meraba untuk mencari posisi posisi sopir bus berada, dan membayar ongkos bus. Wanita muda itu lalu berjalan ke dalam bus mencari bangku kosong dengan tangannya. Setelah yakin bangku yang dirabanya kosong, diapun duduk disana. Tasnya diletakkan diatas pangkuan, dan tangan satunya memegang tongkat.


Satu tahun sudah, Maria, nama gadis muda itu mengalami kebutaan akibat kecelakaan yang dialaminya. Suatu kecelakaan yang menghilangkan penglihatannya untuk selama-lamanya. Dunia tiba-tiba menjadi gelap dan segala harapan serta cita-citanya sirna. Dulunya, Maria adalah wanita muda periang yang penuh ambisi menaklukkan dunia, aktif di berbagai perkumpulan, baik di sekolah, di rumah maupun di lingkungannya. Tiba-tiba saja semuanya sirna. Kegelapan, frustasi dan rendah diri menyelimuti jiwanya. Hilang sudah masa depan yang dicita-citakan. Merasa tak berguna dan tak ada seorangpun yang dapat menolongnya. "Bagaimana ini bisa terjadi padaku?" dia menangis. Hatinya protes, diliputi kemarahan dan putus asa. Tapi tak peduli sebanyak apapun dia protes, sebanyak apapun dia berdoa dan memohon, penglihatannya tidak pernah kembali.

Diantara rasa frustasi, depresi dan putus asa, dia masih beruntung, karena mempunyai suami yang begitu penyayang dan setia, Edi. Edi adalah seorang security sebuah perusahaan. Dia mencintai Maria dengan sepenuh hatinya. Ketika mengetahui Maria kehilangan penglihatan, rasa cintanya tidak berkurang. Justru perhatiannya makin bertambah. Ketika Maria tenggelam dalam jurang keputus-asaan, Edi lah yang menolong mengembalikan rasa percaya diri Maria. Edi tahu, ini adalah perjuangan berat, diperlukan perhatian extra dan kesabaran luar biasa. Karena buta, Maria terpaksa berhenti bekerja dari perusahaan lamanya. Edi mendorong Maria untuk mempelajri huruf Braille. Dengan harapan akan berguna di suatu saat di masa depan.

Tapi bagaimana Maria bisa belajar? Sedangkan untuk pergi kemana-mana selalu diantar oleh Edi? Dulu, sebelum Maria menjadi buta, dia terbiasa naik bus ke tempat kerja dan kemana saja sendirian. Tapi kini Maria sudah buta, bagaimana dia bisa naik bus sendirian? Berjalan kemana-mana sendirian? Pulang-pergi sendirian? Siapa yang akan melindunginya saat dia sendirian? Begitulah pikiran yang berkecamuk dalam benak Maria yang putus asa.

Tapi Edi membimbing Maria untuk sabar. Edi merelakan dirinya untuk mengantar Maria ke sekolah khusus-tempat belajar Braille. Dengan susah payah Maria melangkah bersama tongkatnya, sementara Edi ada di sampingnya. Selesai mengantar Maria, barulah Edi pergi bekerja. Begitulah selama berhari-hari, berminggu-minggu Edi mengantar-jemput Maria. Lengkap dengan seragam security nya.

Lama kelamaan, Edi sadar bahwa tidak mungkin dirinya mengantar-jemput Maria. Bagaimanapun juga Maria harus mandiri, tak mungkin selamanya mengandalkan dirinya, sebab dia juga punya pekerjaan yang harus dilakukan. Dengan hati-hati dia mengutarakan maksudnya, supaya Maria tidak merasa tersinggung dan merasa dibuang. Sebab Maria, bagaimanapun juga masih terpukul dengan musibah yang dialaminya. Seperti yang diramalkan Edi, Maria merasa dirinya kini telah benar-benar dicampakkan. "Saya buta, saya tidak bisa melihat!", teriak Maria. "Bagaimana saya tahu kamu ada dimana? Kamu benar-benar telah meninggalkan saya". Edi merasa sedih mendengar hal ini. Tapi dia sadar dengan apa yang dilakukannya. Maria harus mau menerimanya dan harus mandiri.

Edi tidak melepas Maria begitu saja. Setiap pagi, dia mengantar Maria ke halte bus. Dan akhirnya, setelah dua minggu, Maria bisa berangkat sendiri ke halte, dengan menggunakan tongkatnya. Edi menganjurkan agar Maria menggunakan indera pendengarannya, dimanapun dia berada. Setelah dirasanya yakin bahwa Maria bisa pergi sendirim dengan tenang Edi pergi ke tempat dinas. Sementara Maria masih merasa terpukul dengan perlakuan suaminya yang dirasanya begitu kejam dengan meninggalkannya sendiri seperti itu.

Maria juga menyadari bahwa tidak mungkin selamanya Edi harus menemani kemanapun dia pergi. Dia cukup bersyukur bahwa selama ini suaminya begitu setia dan sabar membimbingnya. "Ah, tidak ada yang setia di dunia ini. Aku harus bisa mandiri tanpa mengandalkan suamiku" pikir Maria dalam hati. Maria bertekad, dia adalah wanita yang dulu, sebelum buta, tak pernah menyerah pada tantangan dan wanita yang tidak bisa diam saja. Kini dia harus menjadi Maria yang dulu, yang tegar, menyukai tantangan dan suka belajar dan bekerja.

Hari-hari pun berlalu. Dan sudah beberapa minggu Maria menjalani rutinitas belajar, dengan naik bus kota sendirian. Suatu hari, ketika dia hendak turun dari bus, sopir bus berkata: "Saya sungguh iri kepadamu".

Maria tidak yakin kalau sopir itu berbicara kepadanya, "Anda bicara kepada saya?"

"Ya", jawab sang sopir bus. "Saya benar-benar iri kepadamu. Kamu wanita yang sangat beruntung".

Maria kebingungan, heran dan tak habis berpikir, bagaimana bisa di dunia ini, seorang wanita yang buta, yang berjalan terseok-seok dengan tongkatnya, bisa membuat orang lain merasa iri? Ah, mungkin sopir bus ini ingin menghibur saja.

"Apa maksud anda?" Maria bertanya penuh heran kepada sopir bus itu.

"Kamu tahu," jawab sopir bus, "Aku perhatikan selama beberapa minggu ini. Setiap pagi, ada seorang dengan seragam security selalu berdiri di sebarang jalan. Dia memperhatikanmu dengan harap-harap cemas ketika kamu menuruni tangga bus. Dan ketika kamu menyeberang jalan, dia perhatikan langkahmu dan bibirnya tersenyum puas dan lega begitu kamu telah melewati jalan itu. Dia tampak begitu bangga kepadamu. Begitu kami masuk gedung sekolahmu, dia meniupkan ciuman kepadamu, memberimu salut dan pergi dari situ. Kamu sungguh wanita beruntung, ada yang memperhatikan dan melindungimu"

Maria tersentak, sejenak ia terdiam. Tanpa sadar, air mata mengalir di pipinya. Walaupun dia tidak melihat orang tersebut, dia tahu itu suaminya, dan ia merasakan kehadiran Edi disana.

Maria merasa beruntung, sangat beruntung. Edi telah memberinya sesuatu yang lebih berharga daripada sekedar penglihatan. Sebuah pemberian yang tidak perlu untuk dilihat, tapi hangat dirasakan, kasih sayang yang membawa cahaya ketika dia berada dalam kegelapan. Cinta yang membawa keyakinan dan rasa percaya diri yang besar. Kini, kemanapun dia pergi, Maria tahu, ia tidak sendiri. "Ada yang memperhatikanmu, Maria" bisik Maria perlahan sambil tersenyum.

Pembaca terkasih, kita ibarat orang buta yang diberi semangat untuk terus hidup dan bekerja. Kita tidak bisa melihat Tuhan, tapi DIA terus membimbing kita seperti Edi membimbing Maria. DIA memacu semangat kita, juga cemas dan kuatir dengan langkah kita. Namun tersenyum bangga saat kita berhasil melewati ujian2 hidup ini.

Karena itu, menghadapi ujian hidup dan rintangan seberat apapun. Percayalah "Ada Yang Memperhatikanmu"

Category:  
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses
Leave a Reply